AJARI ANAK-ANAK UNTUK BERDOA
Oleh
Ustadz Rizal Yuliar, Lc
MENJAGA ANAK, PERAN WAJIB ORANG TUA
Anak adalah amanat yang Allah Azza wa Jalla titipkan kepada orang tua. Amanat itu wajib dijaga dan dirawat sebaik-baiknya. Allah Azza wa Jalla akan meminta pertanggungjawabannya di hari Kiamat kelak. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Sungguh setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan mempertanggungjawabkannya, seorang lelaki adalah penjaga bagi anggota keluarganya dan dia akan diminta pertanggungjawabannya…". [1]
Dalam riwayat lain, beliau n bersabda:
إِنَّ اللهَ سَائِلٌ كُلَّ رَاعٍ عَمَّا اسْتَرْعَأهُ أَحَفِظَهَ أَمْ ضَيَّعَهُ؟ حَتَّى يَسْأَلَ الرّجُلَ عَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ
Sungguh Allah akan meminta pertanggungjawaban setiap pemimpin atas setiap hal yang ia emban, apakah telah memeliharanya (dengan baik) atau (justru) menyia-nyiakannya? Termasuk menanyakan kepada seseorang (ayah) tentang keluarganya".[2]
Seorang anak berhak mendapatkan tarbiyah Islamiyah (pembinaan secara Islami) terbaik dari kedua orang tuanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا
Dan sungguh, anakmu memiliki hak (yang menjadi kewajiban) atas dirimu[3]
Hak yang disampaikan dalam hadits tersebut selain mencakup pemenuhan kebutuhan fisik, juga menyangkut hak untuk diajari, dibimbing, diarahkan, diluruskan dan demikian seterusnya agar menjadi anak shalih. Maka seyogyanya kedua orang tua, pihak yang paling dekat dengan anak, menjadi teladan nyata bagi anak semenjak kecil. Hendaklah keduanya menanamkan cinta kepada Allah Azza wa Jalla , cinta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , menyampaikan keindahan Islam dan tuntunan syariatnya kepadanya, membimbing mereka dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla , menumbuhkan kesadaran beribadah serta berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla. Hamba-hamba Allah Azza wa Jalla yang beriman senantiasa berdoa:
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Ya Allah, karuniakanlah kami isteri-isteri dan anak keturunan yang (dapat) menjadi penyejuk pandangan. Serta jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa [al-Furqan/25:74]
Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhuma menjelaskan makna doa dalam ayat ini dengan bertutur, “Yaitu isteri dan anak yang melakukan ketaatan kepada-Mu ya Allah, sehingga pandangan kami akan menjadi sejuk dengan (kebaikan) mereka di dunia dan akherat kelak”.[4]
Syaikh as-Sa`di rahimahullah berkata, “Ini adalah doa untuk kebaikan isteri dan anak agar mereka menjadi shaleh. Dan doa ini mendatangkan manfaat besar bagi mereka yang memanjatkannya. Karenanya (dalam doa tersebut) mereka memohon sambil mengatakan "Ya Allah…karuniakanlah kepada kami…". Kebaikan doa ini akan (berdampak positif) dan bermanfaat bagi kaum Muslimin secara umum mengingat bahwa kebaikan para isteri dan anak dapat menjadi faktor penyebab kebaikan orang-orang yang berinteraksi dengan mereka".[5]
BIMBINGAN SEMENJAK DINI AGAR SI KECIL DEKAT DENGAN ALLAH AZZA WA JALLA
Menanamkan dan membimbing kebaikan bagi si buah hati semenjak ia masih kecil adalah perkara yang indah. Dengan itu, ia akan mengawali catatan pada lembaran putih kehidupannya dengan kedekatan kepada Allah Azza wa Jalla. Bimbingan yang dilakukan harus ditempuh secara bertahap, dimulai dari pengenalan adab-adab (ajaran-ajaran Islam) yang mendasar namun memiliki pengaruh besar yang begitu mendalam seperti yang tertuang dalam hadits berikut:
مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْناَءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَْبْناَءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقوُاْ بَيْنَهُمْ فِيْ الْمَضَاجِعِ
Perintahkanlah anak kalian untuk shalat ketika mereka mencapai umur tujuh tahun, pukullah mereka karena (meninggalkan) shalat setelah mencapai sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka [6]
Selain membimbing anak-anak pada masalah yang besar (seperti shalat) karena berhubungan dengan rukun Islam, termasuk perkara yang penting juga adalah membimbing anak-anak dalam masalah yang terkadang dianggap remeh oleh sebagian orang. Perhatikan kisah berikut ini:
Abu Burdah bercerita, “Aku mengunjungi Abu Musa al-Asy`ari ketika beliau berada di rumah puteri al-Fadhl bin `Abbâs Radhiyallahu ahuma (Ummu Kultsum Radhiyallahu anhuma adalah isteri Abu Musa). Abu Burdah berkata, “Aku bersin, namun Abu Musa tidak mengucapkan tasymît[7] bagiku. Sementara itu, ketika Ummu Kultsum bersin, maka beliau (Abu Musa) membacakan tasymît baginya. Lantas aku pulang kemudian mengadukannya kepada ibuku. Dan saat Abu Musa mengunjungi ibuku, maka ibuku mempertanyakan hal tersebut. Abu Musa menjawab, “Sungguh puteramu tadi bersin, akan tetapi tidak mengucapkan alhamdulillâh, maka aku pun tidak membaca tasymît baginya. Adapun puteri al-Fadhl, ketika dia bersin dia mengucapkan alhamdulillâh, maka (segera) aku membacakan tasymît baginya. Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian bersin kemudian mengucapkan alhamdulillâh, maka bacakanlah baginya tasymît, namun apabila dia tidak mengucapkan alhamdulillâh, maka janganlah kalian membacakan baginya tasymît ".[8]
0 comments:
Posting Komentar