Berkata Isa:
“Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku al-Kitab
(injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku
seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan
kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;
dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikanku seorang yang
sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadahu,
pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku
dibangkitkan hidup kembali. ” (QS. Maryam: 30-33)
Belum sampai Isa menuntaskan pembicaraannya sehingga wajah-wajah
para pendeta dari kalangan Yahudi dan para uskup tampak pucat. Mereka
menyaksikan mukjizat terjadi di depan mereka secara langsung. Anak
kecil itu berbicara di buaiannya; anak kecil yang datang tanpa seorang
ayah; anak kecil yang mengatakan bahwa Allah SWT telah memberinya
al-Kitab dan menjadikannya seorang Nabi. Ini berarti bahwa kekuasaan
mereka sebentar lagi akan hancur. Setiap orang dari mereka akan menjadi
tidak berarti ketika anak kecil itu dewasa. Tak seorang pun di antara
mereka yang dapat “menjual pengampunan” kepada manusia atau menghakimi
mereka melalui pemyataan bahwa ia adalah wakil dari langit yang turun
di bumi. Atau pernyataan, bahwa hanya dia yang mengetahui syariat.
Para pendeta Yahudi merasa akan terjadi suatu tragedi kepribadian
yang akan datang kepada mereka dengan kelahiran anak kecil ini.
Kedatangan al-Masih berarti mengembalikan manusia kepada penyembahan
semata-mata kepada Allah SWT. Ini berarti menghapus agama Yahudi yang
sekarang mereka yakini. Perbedaan antara ajaran-ajaran Musa dan
tindakan-tindakan orang-orang Yahudi menyerupai perbedaan antara
bintang-bintang di langit dan lumpur-lumpur di jalan. Para pendeta
Yahudi menyembunyikan kisah kelahiran Isa dan bagaimana ia berbicara di
masa buaian. Mereka justru menuduh Maryam yang masih perawan dengan
kebohongan yang besar. Mereka menuduh Maryam melakukan pelacuran,
padahal mereka menyaksikan sendiri mukjizat pembicaraan anaknya di masa
buaian.
Mula-mula cerita tentang itu mereka sembunyikan untuk beberapa saat.
Meskipun demikian, berita tentang kelahiran Isa sampai ke Hakim Romawi,
yaitu Heradus. Ia memimpin orang-orang Palestina dan orang-orang Yahudi
dengan kekuatan pedang. Ia menakut-nakuti mereka dengan menumpahkan
darah serta banyaknya mata-mata yang dimilikinya. Pada suatu hari, ia
duduk di istananya dan meminum anggur. Lalu ia mendengar berita yang
samar tentang kelahiran seseorang anak tanpa ayah; seorang anak yang
dikatakan ia mampu berbicara saat masih di buaian, lalu ia menyampaikan
pembicaraan yang menjurus pada ancaman terhadap kekuasaan Romawi.
Kemudian bergetarlah kursi yang ada di bawah tubuh Heradus. Ia
memerintahkan untuk diadakan suatu pertemuan mendadak yang dihadiri
oleh para pengawalnya dan para mata-matanya. Pertemuan itu pun
terlaksana. Heradus duduk dengan wajahnya yang hitam mengkilat, lalu ia
memutarkan pandangannya ke arah mata-matanya dan bertanya: “Bagaimana
berita anak kecil yang berbicara di buaiannya?”
Salah seorang kepala mata-mata berkata: “Tampak bahwa masalahnya
tidak benar. Kami telah mendengar isu-isu sekitar anak kecil yang
mereka katakan bahwa ia membuat mukjizat dengan berbicara saat ia masih
belia. Lalu saya mengutus anak buahku untuk mencari kebenaran berita
itu, tetapi mereka tidak menemukannya. Jelas bagi kami, bahwa berita
itu dilebih-lebihkan.” Kemudian salah satu anggota mata-mata raja
berkata: “Aku telah mendapatkan bukti yang terpercaya bahwa tiga orang
dari orang-orang Majusi datang di balik suatu bintang yang mereka lihat
menyala di suatu langit dan bintang tersebut mengisyaratkan kelahiran
anak kecil yang membawa mukjizat, yaitu anak kecil yang akan
menyelamatkan kaumnya.” Hakim berkata: “Bagaimana ia dapat
menyelamatkan kaumnya dan kaum siapa yang diselamatkannya?” Salah
seorang mata-mata berkata: “Anak buahku tidak mengetahuinya karena
orang-orang pandai dari Majusi itu pergi dan tak seorang pun menemukan
mereka.”
Hakim berkata: “Bagaimana mereka dapat pergi dan bersembunyi lalu
bagaimana cerita anak kecil ini? Apakah di sana ada persekongkolan
untuk menentang Romawi?” Hakim melompat dari tempat duduknya ketika ia
menyebut Romawi, dan ia mulai berbicara dengan keadaan emosi: “Aku
menginginkan kepala tiga orang yang cerdik itu dan aku juga
menginginkan kepala anak kecil itu. Dan aku menginginkan informasi yang
lengkap. Sungguh masalah ini semakin samar hai orang-orang yang bodoh.”
Lalu kepala mata-mata berkata: “Barangkali ini hanya mimpi yang
dibayangkan orang-orang Yahudi bahwa mereka melihatnya.” Hakim berkata:
“Sungguh kepala-kepala kalian semua akan terbang lebih cepat dari
merpati jika kalian tidak mendatangkan cerita secara lengkap tentang
anak ini. Kebingungan dan kekacauan apa yang aku rasakan! Pergilah
kalian dari sini.”
Anak buah Heradus dan para mata-mata pergi, sedangkan ia masih duduk
memikirkan masalah tersebut. Tampaknya masalah itu sangat
menggelisahkannya. Ia tidak peduli dengan kedatangan agama baru kepada
manusia tetapi yang dipikirkannya adalah kekuasaan Romawi yang ia
menjadi simbolnya. Kemudian Heradus menetapkan untuk memanggil pemuka
orang Yahudi dan bertanya kepadanya tentang masalah ini. Para
pengawalnya yang khusus memanggil orang Yahudi itu. Tidak beberapa lama
orang Yahudi itu ada di depan hakim. Heradus berkata: “Aku ingin
berbicara kepadamu tentang suatu masalah yang sangat menggelisahkanku.”
Pendeta Yahudi itu berkata: “Aku ingin mengabdi kepadamu.”
Heradus berkata: “Aku mendengar berita-berita yang saling berlawanan
tentang anak kecil yang bisa berbicara di masa buaiannya dan ia
mengatakan bahwa ia akan menyelamatkan kaumnya. Maka bagaimana berita
yang sebenarnya tentang itu?” Pendeta itu berkata—dan ia merasa bahwa
pertanyaan itu sepertinya berupa jebakan yang tidak diketahuinya secara
pasti: “Apakah tuan yang mulia peduli dengan agama Yahudi?” Heradus
berkata dalam keadaan emosi: “Aku tidak peduli sedikit pun selain
kekuasaan Romawi. Jawablah pertanyaanku wahai pendeta.” Pendeta Yahudi
itu telah melihat Isa berbicara di buaiannya. Ia memahami bahwa
seandainya ia mengatakan itu, maka ia akan mendapatkan penderitaan pada
dirinya, maka ia lebih memilih sedikit berbohong. Ia berkata kepada
Heradus bahwa ia mendengar cerita itu tetapi ia meragukannya.
Heradus berkata: “Apakah benar agama kalian berbicara tentang
kedatangan seorang penyelamat bagi rakyat kalian?” Pendeta berkata:
“Ini benar wahai tuan yang mulai.” Heradus berkata: “Apakah kalian
mengetahui ini adalah persekongkolan menentang keamanan kerajaan
Romawi? Apakah kalian menyadari ini adalah bentuk pengkhianatan?”
Pendeta berkata: “Aku harap tuan membiarkan aku meluruskan suatu
pemikiran yang sederhana. Berita tentang hal itu adalah berita yang
kuno. Berita ini diyakini ketika rakyat menjadi tawanan di Bebel sejak
ratusan tahun.”
Heradus berkata: “Apakah memang di sana ada yang membenarkan berita
ini? Sekarang, apakah kamu secara pribadi membenarkannya? Apakah engkau
melihat anak kecil itu yang mereka katakan bahwa ia dilahirkan tanpa
seorang ayah?” Pendeta itu berkata: “Apakah ada seorang yang percaya
wahai tuan yang mulia jika dikatakan ada seorang anak yang lahir tanpa
seorang ayah. Ini adalah mimpi rakyat biasa.”
Heradus berkata: “Tidak ada sesuatu yang mengusir tidur dari mata
seorang penguasa selain mimpi-mimpi rakyat. Pergilah wahai pendeta dan
jika engkau mendengar berita-berita, maka sampaikanlah kepadaku sebelum
engkau sampaikan kepada istrimu.” Belum lama pendeta itu pergi sehingga
Heradus berpikir, bagaimana seandainya pendeta itu berbohong. Ia
menangkap benang kebohongan pada kedua matanya. Ia mengetahui
kebohongan ini karena ia sendiri sangat pandai berbohong. Kemudian
bagaimana cerita tiga orang cerdik yang mereka mengikuti bintang?
Apakah di sana terdapat persekongkolan menentang Romawi yang tidak
diketahuinya?
Heradus berteriak di tengah-tengah pengawalnya dan memerintahkan
mereka untuk menangkap semua orang yang mendengar cerita ini atau ia
akan melihat akibatnya. Mula-mula dia memerintahkan untuk mencari gadis
perawan yang melahirkan anak itu dan membunuh setiap anak yang lahir di
saat itu. Sementara itu, Maryam keluar dari Palestina menuju ke Mesir.
Sebelumnya, pada suatu malam, datanglah kepadanya seseorang yang belum
pernah dilihatnya dan orang itu menyampaikan salam kepadanya serta
menyerukannya dan sambil berkata: “Bawalah anakmu wahai Maryam dan
keluarlah menuju Mesir.” Dengan nada ketakutan Maryam bertanya,
“Mengapa? Bagaimana aku keluar menuju ke Mesir; dan bagaimana aku bisa
mengenali jalan?” Orang asing itu menjawab, “Keluarlah engkau niscaya
Allah SWT akan melindungimu. Sesungguhnya Hakim Romawi mencari anakmu
dan ingin membunuhmu.”
Maryam bertanya: “Kapan aku keluar?” Orang asing itu menjawab:
“Sekarang juga. Janganlah engkau khawatir sedikit pun karena engkau
keluar bersama seorang Nabi yang mulia. Semua nabi diusir oleh kaumnya
dari negeri mereka dan rumah mereka. Demikianlah hukum kehidupan.
Kejahatan selalu berusaha untuk menyingkirkan kebaikan tetapi pada
akhirnya, kebaikan akan kembali menduduki singgasananya. Keluarlah
wahai Maryam.” Akhirnya, Maryam pun pergi menuju ke Mesir. Maryam
melalui gurun Saina’ bersama suatu kafilah yang menuju Mesir. Maryam
berjalan membawa Isa di jalan yang sama yang pernah dilalui Nabi Musa
di mana ditampakkan kepada Nabi Musa api yang suci dan beliau dipanggil
dari sisi thur al-Aiman. Setelah melalui perjalanan yang jauh dan melelahkan, Maryam sampai di Mesir. Mesir yang dipenuhi
dengan kebaikan, kemuliaan, kebudavaan klasik serta cuacanya yang
stabil mempakan tempat yang terbaik untuk pertumbuhan Isa as.
Al-Masih tumbuh dan berkembang serta menjalani masa kecilnya di
Mesir. Kemudian datanglah kepada Maryam orang asing yang telah
memerintahkannya untuk meninggalkan Palestina. Kali ini, ia
memerintahkannya untuk kembali ke Palestina. Orang asing itu berkata
kepadanya: “Raja yang lalim telah mati, maka kembalilah bersama anakmu
wahai Maryam. Telah datang kesempatan emas bagi Isa untuk menduduki
singgasananya. Isa akan menjadi penyayang orang-orang fakir dan
orang-orang yang benar. Kembalilah wahai Maryam.” Maryam pun kembali.
Dalam perjalanan Maryam melalui banyak mata air di sungai Jordania.
Isa pun tumbuh menjadi dewasa dan mencapai masa mudanya. Isa keluar
dari rumahnya dan menuju tempat penyembahan kaum Yahudi. Saat itu
bertepatan dengan hari Sabtu. Di sana tidak ada satu rumah pun dari
rumah kaum Yahudi yang dapat menyalakan api atau memadamkannya pada
hari Sabtu, atau mengambil buah di hari itu. Dilarang bagi seorang
wanita untuk membikin adonan roti atau seseorang anak kecil mencuci
anjingnya. Nabi Musa telah memerintahkan untuk menghormati hari Sabtu
dan hanya mengkhususkanya untuk beribadah kepada Allah SWT.
Terdapat hikmah di balik penghormatan hari Sabtu sehingga hari Sabtu
menjadi hari yang sangat disucikan di kalangan orang-orang Yahudi.
Mereka melaksanakannya dengan berbagai macam tradisi dan mereka
mencurahkan segala konsentrasi mereka untuk menjaga hari Sabtu dan
tidak meremehkannya. Sebab, mereka meyakini bahwa hari Sabtu adalah
hari yang dijaga dari langit sebelum Allah menciptakan manusia
sebagaimana mereka percaya bahwa Bani Israil telah diberikan pilihan
kepada satu jalur saja, yaitu menjaga hari Sabtu. Mereka bangga karena
mereka dapat menjaganya meskipun hal itu menyebabkan mereka kalah di
kancah peperangan atau mereka tertawan di tangan musuh. Bahkan saking
ketatnya mereka mempertahankan kehormatan hari Sabtu sampai-sampai
mereka menambah-nambahi berbagai macam larangan di hari Sabtu. Majelis
kaum Yahudi menetapkan ratusan larangan yang tidak boleh dilakukan di
hari Sabtu, seseorang dilarang untuk memakai gigi palsu di hari Sabtu.
Seorang yang sakit dilarang untuk memakai perban atau memakai minyak di
tempat yang sakit pada hari Sabtu atau memanggil dokter. Dilarang pula
di hari Sabtu untuk menulis dua huruf abjad; dilarang juga untuk
mempertahankan diri pada hari Sabtu; dilarang untuk panen dan belajar
di hari Sabtu. Kemudian, bepergian di hari Sabtu diharuskan untuk tidak
lebih dari dua ribu yard. Dilarang juga dihari Sabtu untuk membawa
sesuatu ke luar rumah.
Jadi, banyaknya syariat, hukum serta larangan-larangan biasanya
diikuti dengan banyaknya keburukan atau paling tidak membantu
terciptanya keburukan. Setiap timbul suatu larangan, maka timbul
bersamanya cara untuk menghindar darinya. Demikianlah, kehidupan kaum
Yahudi dipenuhi dengan kemunafikan yang luar biasa di mana secara
lahiriah mereka menampakkan penghormatan terhadap hari Sabtu, tetapi
secara batiniah mereka berusaha menodai kehormatan dengan berbagai
macam cara.
Meskipun kelompok Farisiun bertanggung jawab terhadap tugas
pelaksanaan syariat dan mengawasinya dengan banyak mendapatkan
jarninan-jaminan, maka kita akan melihat bahwa mereka siap untuk
menciptakan berbagai rekayasa dan tipu daya yang memungkinkan mereka
untuk menghindar dari hukum-hukum syariat di saat yang tepat. Saat yang
tepat adalah saat di mana syariat-syariat tersebut bertentangan dengan
kepentingan pribadi mereka atau dapat menjadi penghalang bagi mereka
untuk mendapatkan mata pencaharian yang haram yang sudah siap masuk
pada kantong mereka. Misalnya, terdapat kaidah syariat yang menetapkan
perjalanan pada hari Sabtu tidak boleh melebihi dua ribu yard. Namun
orang-orang Farisiun mengadakan walimah di mana mereka mengundang
orang-orang untuk menghadiri acara tersebut pada hari Sabtu, padahal
tempat diadakannya acara itu berjarak lebih dari dua ribu yard dari
rumah mereka. Lalu, bagaimana mereka dapat melaksanakan hal tersebut?
Sangat mudah sekali. Mereka meletakkan pada sore hari Sabtu sebagian
makanan yang berjarak dua ribu yard dari rumah mereka lalu setelah itu
mereka mendirikan suatu tempat tinggal di mana mereka dapat berjalan
setelahnya dan menempuh dua ribu yard yang lain. Dari sini mereka dapat
menambah jarak yang mereka inginkan. Begitu juga agar mereka menghindar
dari larangan membawa sesuatu ke luar rumah pada hari Sabtu, maka
mereka membuat tipu daya yang lain. Yaitu mereka mendirikan
gerbang-gerbang pintu dan jendela di berbagai jalan sehingga seluruh
kota seperti rumah besar yang dimungkinkan bagi mereka untuk membawa
segala sesuatu dan bergerak di dalamnya.
Contoh lain yang menunjukan bagaimana orang-orang Yahudi
mempermainkan syariat sedangkan mereka mengklaim menjaganya adalah,
bahwa syariat Musa menetapkan agar seorang anak menginfaki kedua orang
tuanya saat mereka menginjak usia tua dan membutuhkannya. Tetapi kaum
Farisiun memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk lari dan
menghindar dari tanggung jawab ini dengan suatu tipu daya yang
sederhana. Ketika seorang anak dituntut oleh kedua orang tuanya untuk
memberi nafkah, maka ia pergi ke para pendeta dan bersepakat kepada
mereka untuk mewakafkan semua hartanya dan kekayaannya kepada haikal, yaitu
tempat sembahan kaum Yahudi. Saat itu kedua orang tuanya tidak mampu
mengambil sesuatu pun darinya. Ketika mereka berdua telah putus asa dan
tidak lagi menuntut padanya untuk memberi nafkah, maka semua harta
kekayaannya akan dikembalikan kepadanya oleh para pendeta, dengan
catatan hendaklah ia memberikan bagian tertentu dari hartanya kepada
para pendeta itu. Demikianlah yang terdapat dalam Injil Mata.
Di tengah-tengah suasana kebodohan pemikiran yang luar biasa ini,
juga terdapat sikap keras kepala dan kejumudan berpikir yang
mengelilingi kaum Yahudi. Terdapat tujuh tingkat kesucian dan dua puluh
enam salat yang harus mereka lakukan saat mereka membasuh tangan
sebelum memakan makanan, namun mereka menganggap bahwa meniadakan
pembacaan salat-salat sebagai bentuk pembunuhan terhadap jiwa dengan
cara bunuh diri dan tercegah dari kehidupan abadi. Demikianlah
kekerasan sikap masyarakat Yahudi yang menunjukkan bahwa moral mereka
telah rusak dan dipenuhi dengan kemunafikan yang tiada taranya.
Sementara itu, Isa berjalan menuju tempat beribadah. Orang-orang
berjalan di sekelilingnya. Mereka tampak membanggakan pakaian-pakaian
yang berwarna dan berharga sedangkan Isa berjalan dengan memakai baju
putih dan menampakkan kezuhudannya. Rambut Isa tampak lembut yang
mencapai kedua bahunya dan tampak ia basah terkena air awan yang
menurunkan gerimis. Kemudian kedua kakinya berjalan di atas tanah
sehingga tanah itu dipenuhi dengan bau harum yang tidak diketahui
sumbernya. Baju yang dipakai oleh Isa terbuat dari bulu domba yang
sangat sederhana dan kasar. Meskipun hari itu hari Sabtu, Isa memetik
buah di suatu kebun dan mengambil dua buah yang beliau berikan kepada
anak kecil yang fakir dan lapar. Tindakan semacam ini menurut
kepercayaan Yahudi dianggap sebagai tindakan yang menentang agama
Yahudi.
Isa mengetahui bahwa menjalankan agama yang hakiki bukan terletak
pada ketaatan eksternal sementara hati jauh dari sikap rendah diri.
Oleh karena itu, Isa mencabut buah dan memberikan makan kepada manusia
pada hari Sabtu. Beliau menyalakan api untuk wanita-wanita tua sehingga
mereka tidak mati kedinginan.
Isa sering mengunjungi tempat sesembahan orang Yahudi. Isa berdiri
di dalamnya dan mengamati para pendeta dan manusia yang hilir mudik di
sekitarnya. Sesampainya Isa di tempat sembahan, ia berdiri di dalamnya.
Isa mengamat-amati apa yang ada di dalamnya. Dinding-dinding tempat
beribadah itu terbuat dari kayu gahru yang memiliki bau yang harum. Di
samping itu, terdapat kelambu-kelambu yang terbuat dari kain-kain yang
mengagumkan yang dicampur dengan emas. Juga terdapat lampu-lampu yang
terulur dari atap dan juga ada lilin-lilin yang memenuhi ruangan dengan
cahaya. Meskipun demikian, kegelapan menyelimuti hati orang-orang yang
ada di situ.
Nabi Isa berdiri cukup lama di tempat penyembahan itu. Setiap kali
ia memutarkan wajahnya, ia mendapati para pendeta di sana. Terdapat dua
puluh ribu pendeta. Nama-nama mereka tercatat dalam haikal. Mereka
adalah kaum Waliyun yang memakai saku-saku yang besar yang di dalamnya
ada kitab-kitab syariat. Sedangkan kaum Farisiun, mereka memakai
pakaian yang lebar yang sisi-sisinya tertenun dengan emas. Mereka
adalah pembantu haikal yang resmi dengan memakai baju-baju
mereka yang putih. Adapun kaum Shaduqiyun adalah kelompok para pendeta
aristokrat yang bersekutu dengan penguasa di mana mereka memperoleh
kekayaan melalui persekutuan ini. Nabi Isa memperhatikan bahwa jumlah
pengunjung haikalita lebih sedikit daripada jumlah para
pendeta dan para tokoh agama. Tempat penyembahan itu dipenuhi dengan
kambing dan merpati yang dibeli oleh para pengunjung tempat penyembahan
itu. Mereka menyerahkannya sebagai kurban kepada Allah. Yaitu kurban
yang disembelih di dalam tempat persembahan di atas tempat
penyembelihan. Alhasil setiap langkah yang diayunkan oleh para pejalan
di tempat penyembahan itu akan menghasilkan uang.
Di tempat penyembahan Yahudi itulah tersingkap hakikat kehidupan
kaum Yahudi. Nilai satu-satunya yang disembah oleh manusia di zaman itu
adalah uang. Jadi, kemewahan materi atau kekayaan adalah nilai
satu-satunya yang karenanya manusia akan bergulat satu sama lain. Dalam
hal itu, tidak ada perbedaan antara tokoh-tokoh pembawa ajaran syariat
dengan manusia-manusia biasa. Kaum Shaduqiyun dan kaum Farisiun bekerja
sama di antara mereka di dalam haikal itu seakan-akan mereka
di dalam suatu pasar di mana mereka memanfaatkannya untuk diri mereka
dengan terus mencari kurban-kurban di dalamnya. Seringkali kaum
Shaduqiyun dan Farisiun berseteru dalam persoalan syariat dan hukum.
Demikian juga, mereka berseteru dalam menentukan kurban yang harus
mereka raih di haikal itu. Kaum Farisiun berpendapat bahwa hewan-hewan kurban itu harus dibeli dari harta haikal sedangkan kaum Shaduqiyun menganggap bahwa harta dari haikal adalah
hak mereka. Oleh karena itu, mereka menganggap bahwa hewan kurban itu
harus dibeli dengan jumlah tersendiri. Begitu juga kaum Farisiun
mewajibkan untuk membakar hewan yang disembelih di atas tempat
penyembahan, sedangkan kaum Shaduqiyun mereka mengambil hewan
sembelihan ini untuk diri mereka sendiri.
Di dalam Talmud disebutkan bahwa kaum Shaduqiyun menjual merpati di
toko-toko mereka yang mereka miliki. Mereka sengaja memperbanyak
kesempatan-kesempatan yang diharuskan di dalamnya untuk mengorbankan
burung-burung merpati sehingga harga seekor burung merpati saja
mencapai beberapa Dinar. Melihat hal itu, salah satu tokoh Farisiun
yaitu Sam’an bin Amlail mengeluarkan fatwa yang intinya mengurangi
kesempatan-kesempatan yang diharuskan di dalamnya seseorang menyerahkan
merpati sebagai kurban. Setelah itu, harga burung cuma mencapai
seperempat Dinar. Pergulatan antara kedua kelompok itu mendatangkan
pukulan berat bagi pemilik toko yang menyimpan burung merpati terutama
anak-anak dari kepala pendeta.
Nabi Isa memperhatikan apa yang terjadi di sekelilingnya; Nabi Isa
melihat kaum fakir yang tidak mampu membeli hewan kurban sehingga
mereka tidak mampu berkurban; Nabi Isa melihatbagaimana para pendeta
memperlakukan mereka dan memangsa mereka seperti serigala yang buas.
Nabi Isa berpikir di dalam dirinya, mengapa binatang-binatang itu
mereka bakar lalu dagingnya menjadi asap di udara, padahal di sana
terdapat ribuan kaum fakir yang mati kelaparan? Mengapa mereka mengira
bahwa Allah SWT ridha ketika tempat penyembelihan dilumuri dengan
darah, lalu hewan kurban itu dibawa ke rumah-rumah para pendeta dan
toko-toko mereka untuk dijual? Mengapa orang-orang fakir banyak
berhutang dan mengeluarkan banyak uang untuk membeli binatang-binatang
kurban? Mengapa binatang-binatang kurban itu harus dimiliki dan hanya
dirawat oleh para pendeta lalu apa yang mereka lakukan dengan uang-uang
ini? Lalu, di manakah tempat orang-orang fakir di haikal itu? Bukankah hal yang aneh ketika seseorang memasuki rumah dengan keharusan membawa uang?
Nabi Isa pergi dari tempat penyembahan itu dan ia meninggalkan kota
menuju gunung. Dada Nabi Isa dipenuhi dengan kecemburuan yang suci
terhadap yang Maha Benar. Wajahnya tampak semakin pucat ketika melihat
berbagai macam kejahatan memenuhi dunia. Nabi Isa berdiri di atas
sebuah bukit dan beliau mulai melakukan salat. Tetesan-tetesan air mata
mulai berlinang dari pipinya dan jatuh ke bumi. Nabi Isa mulai merenung
dan menangis. Di sana terdapat bunga yang nyaris mati karena kehausan
lalu ketika ia mendapatkan tetesan air mata al-Masih, maka bunga itu
mekar kembali dan mendapatkan kehidupan. Tetesan air mata al-Masih
menyelamatkannya, sebagaimana beliau akan menyelamatkan manusia dengan
dakwahnya. Di malam yang penuh berkah ini pula, dua orang Nabi yang
mulia meninggalkan bumi, yaitu Nabi Yahya dan Nabi Zakaria. Kedua Nabi
itu dibunuh oleh penguasa. Sejak kepergian mereka berdua, bumi
kehilangan banyak dari kebaikan. Pada malam itu juga, turunlah wahyu
kepada Isa bin Maryam. Allah SWT memutuskan perintah-Nya agar ia
memulai dakwahnya.
Nabi Isa menutup lembaran halus dari kehidupannya yaitu lembaran
yang penuh dengan tafakur dan ibadah. Beliau memulai perjalanannya yang
berat dan penuh tantangan serta penderitaan: beliau mulai berdakwah di
jalan Allah SWT; beliau mulai membangun kerajaan yang tegak berdasarkan
kerendahan hati dan cinta. Kerajaan yang penguasanya bertujuan untuk
membebaskan dan menyucikan ruh. Kerajaan yang memancarkan sikap rendah
diri dan cinta. Nabi Isa ingin menyelamatkan ruhani. Ajaran Nabi Isa
berdasarkan keimanan terhadap hari kiamat dan kebangkitan. Nilai-nilai
dan pemikiran tersebut tidak ditemukan dalam kehi-dupan orang-orang
Yahudi.
Syariat Musa menetapkan pemberlakuan hukum qisas: barangsiapa yang
memukulmu di pipi sebelah kananmu, maka pukullah pipi sebelah kanannya.
Lalu bagaimanakah orang-orang Yahudi menerapkan hukum qisas tersebut?
Jika yang dipukul mampu untuk menghancurkan rumah orang yang memukul,
maka ia tidak perlu merasa puas hanya sekadar memukul pipi sebelah
kanannya, namum jika ia tidak mampu, maka hendaklah ia memukul pipi
sebelah kanannya. Namun boleh jadi hatinya dipenuhi dengan dendam
karena ia tidak dapat menghancurkan rumahnya.
Jadi, kebencian adalah pelabuhan tempat bersinggahnya syariat Musa.
Meskipun beliau adalah seorang Nabi yang merupakan cermin cinta Ilahi
yang besar namun syariatnya kini berada di bawah kekuasaan hati-hati
yang mati, yaitu hati-hati yang penuh dengan dendam dan kebencian.
Lalu, apa yang dilakukan Nabi Isa terhadap semua ini? Allah SWT telah
mengutusnya dan memperkuat Taurat yang dibawa oleh Musa sebagaimana
Allah SWT menurunkannya kepada Musa. Jadi, seorang nabi tidak
menghancurkan tugas nabi sebelumnya. Para nabi bagaikan satu mata
rantai yang tujuannya adalah satu, yaitu menciptakan kesucian dan
mempertahankan kebenaran serta mengesakan Allah SWT.
Kemudian apa yang dilakukan Nabi Isa terhadap syariat qisas
cersebut? Yang jelas, tindakan yang dilakukkan oleh Nabi Isa murni dari
ilham yang didapatnya dari Allah SWT. Nabi Isa mengem-balikan kaum
kepada tujuan asli dari syariat. Nabi Isa mengembalikan mereka kepada
hikmah syariat yang asli. Nabi Isa mengembalikan mereka kepada cinta.
Nabi Isa tidak mengatakan sesuatu pun kepada orang yang memukul pipi
sebelah kanannya. Nabi Isa tidak berusaha untuk memukul pipi sebelah
kanannya. Al-Masih justru akan membalikkan pipi sebelah kirinya. Inilah
syariat Nabi Isa yang tidak berbeda sedikit pun dengan syariat Nabi
Musa. Ia merupakan kedalaman yang mengagumkan dari kedalaman syariat
Nabi Musa. Nabi Isa ingin menetapkan kepada kaum di sekelilinginya
tentang sesuatu yang penting. Nabi Isa ingin memberitahu mereka bahwa
syariat bukan mengajari kalian untuk meletakkan dendam pada diri kalian
lalu kalian memukul lawan kalian. Syariat yang hakiki adalah, hendaklah
kalian menebar kasih sayang, pemaaf, dan cinta.
Terdapat banyak binatang-binatang buas di hutan. Binatang-binatang
itu mencintai diri mereka sendiri. Mereka bermusuhan dan saling
membunuh demi makanan dan minuman. Mereka memberikan makan kepada
anak-anaknya. Perbedaan antara manu-sia dan binatang adalah perbedaan
pada tingkat cinta. Hewan tidak akan mampu melampui derajat cintanya
kepada makhluk yang lain. Atau dengan kata lain, hewan tidak dapat
membagi cintanya kepada jenis yang lain. Sedangkan manusia mampu
melakukan hal itu. Di situlah manusia mampu dapat mencapai kemuliaannya
dan kemanusiaannya. Al-Masih memberitahu kaumnya bahwa manusia tidak
akan menjadi manusia sempurna kecuali setelah ia mencintai orang lain
sebagaimana ia mendntai dirinya sendiri.
“Aku mendengar bahwa dikatakan, hendaklah engkau mencintai orang
yang dekat denganmu dan membenci musuhmu, sedangkan aku berkata kepada
kalian, cintailah musuh kalian dan doakanlah orang yang melaknati
kalian. Berbuat baiklah kepada pembenci kalian dan salatlah untuk
orang-orang berbuat buruk kepada kalian.” (Injil Mata).
Dakwah Nabi Isa datang dan menghapus syariat Nabi Musa dalam bentuk
eksternal. Jika kita berusaha membandingkan dua syariat tersebut dalam
bentuk yang sederhana, maka pada hakikat-nya dakwah Nabi Isa bertujuan
untuk menghapus bid’ah yang dilakukan oleh kaum Farisiun dan Shaduqiun
terhadap syariat Nabi Musa dan menunjukkan hakikat syariat ini dan
tujuan-tujuannya yang tinggi. Di tengah-tengah masa materialisme yang
sangat luar biasa dan dunia dipenuhi dengan penyembahan terhadap emas
dan tersebarnya berbagai macam kejahatan, munculah dakwah al-Masih
sebagai reaksi ideal yang menunjukkan ketinggian dan kesucian. Al-Masih
mengetahui bahwa ia mengajak manusia untuk menciptakan perilaku ideal
dalam kehidupan; Al-Masih menyadari bahwa dakwahnya penuh dengan
idealisme tetapi idealisme ini sendiri pada saat yang sama merupakan
solusi satu-satunya untuk mengobati kehidupan dari kesengsaraan dan
penyakit-penyakit menular; Al-Masih mengetahui bahwa tidak semua
manusia tidak mampu untuk mencapai puncak yang diisyaratkannya. Tetapi
paling tidak, hendaklah setiap orang berusaha sedikit mendaki sehingga
ia selamat.
Dakwah Nabi Isa terdiri dari kesudan yang mengagumkan; dakwah Nabi
Isa bertujuan untuk menyelamatkan ruh atau dakwah yang dapat dianggap
sebagai pedoman perilaku individu, bukan suatu system
perincian-perincian tersebut dan hanya memfokuskan kepada sumber utama,
yaitu ruh. Isa ingin raenghidupkan ruhani manusia dan membimbingnya
untuk mencapai cahaya Sang Pencipta. Oleh karena itu, Isa datang dengan
didukung oleh ruhul kudus. Ruhul kudus adalah Jibril. Kita
tidak mengetahui bagaimana Allah SWT memperkuat Isa dengan Ruh Kudus:
apakah Jibril menemaninya dan menyertainya sepanjang pengutusannya?
Jibril turun kepada nabi untuk menyampaikan risalah atau membawa
mukjizat atau justru mendatangkan hukuman atas kaumnya, tetapi ia tidak
bersama mereka sepanjang waktu. Oleh karena itu, apakah memang Jibril
menemani Isa sehingga beliau diangkat ke langit?
Jumat, 05 April 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar