Matahari tampak akan tenggelam, angin pun bertiup sepoi-sepoi di
sekitar pepohonan. Harum semerbak mulai memenuhi mihrab Maryam. Bau itu
menembus jendela mihrab dan mengepakkan sayapnya di sekeliling gadis
perawan yang khusuk dalam salat tanpa seorang pun mendengar suaranya.
Maryam merasa bahwa udara dipenuhi dengan bau harum yang mengagumkan.
Ia kembali melakukan salatnya dengan khusuk dan mengungkapkan syukur
kepadaAllahSWT.
Seekor burung hinggap di jendela mihrab. Ia mengangkat paruhnya ke
atas dan mengarahkan ke matahari serta mengepakkan kedua sayapnya lalu
ia terjun ke air dan mandi di dalamnya. Kemudian ia terbang ringan di
sekitamya. Maryam ingat bahwa beliau lupa untuk menyirami pohon mawar
yang tumbuh secara tiba-tiba di tengah dua batu yang tumbuh di luar
mesjid. Maryam menyelesaikan salatnya lalu ia keluar dari mihrab dan
menuju pohon. Belum selesai beliau siap-siap untuk keluar sehingga para
malaikat memanggilnya:
“Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan
kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa
dengan kamu).” (QS. Ali ‘Imran: 42)
Maryam berhenti dan tampak wajahnya yang pucat dan semakin
bertambah. Mihrab itu dipenuhi dengan kalimat-kalimat para malaikat
yang memancarkan cahaya. Maryam merasa bahwa pada hari-hari terakhir
terdapat perubahan pada suasana ruhaninya dan fisiknya. Di tempat itu
tidak terdapat cermin sehingga ia tidak dapat melihat perubahan itu.
Tetapi ia merasa bahwa darah, kekuatan dan masa mudanya mulai
meninggalkan tempatnya dan digantikan dengan kesucian dan kekuatan yang
lebih banyak. Beliau menyadari bahwa ia sedang gugup. Beliau merasakan
kelemahan manusiawi dan adanya kekuatan yang luar biasa. Setiap kali
tubuhnya merasakan kelemahan, maka bertambahlah kekuatan dalam ruhnya.
Perasaan yang demikian ini justru membangkitkan kerendahan hatinya.
Maryam mengetahui bahwa ia akan memikul tanggung jawab besar.
“Dan (ingatlah) ketika malaikat (Jibril) berkata: ‘Hai Maryam,
sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan
kamu atas segala wanita di dunia (yong semasa dengan kamu).” (QS. Ali ‘Imran: 42)
Dengan kalimat-kalimat yang sederhana ini Maryam memahami bahwa
Allah SWT telah memilihnya dan menyucikannya dan menjadikannya penghulu
para wanita dunia. Beliau adalah wanita terbesar di dunia. Para
malaikat kembali berkata kepada Maryam:
“Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orangyang ruku.” (QS. Ali ‘Imran: 43)
Perintah tersebut ditetapkan setelah adanya berita gembira agar
beliau meningkatkan kekhusukannya, sujudnya, dan rukuknya kepada Allah
SWT. Maryam lupa terhadap pohon mawar dan beliau kembali salat. Maryam
merasakan bahwa sesuatu yang besar akan akan terjadi padanya. Beliau
merasakan hal itu sejak beberapa hari, tetapi perasaan itu semakin
menguat saat ini.
Matahari meninggalkan tempat tidurnya sementara malam telah bangkit
sedangkan bulan duduk di atas singgasananya di langit dan di
sekelilingnya terdapat awan-awan yang indah dan putih. Kemudian
datanglah pertengahan malam dan Maryam masih sibuk dalam salatnya.
Beliau menyelesaikan salatnya dan teringat pohon mawar itu lalu beliau
membawa air di suatu bejana dan pergi untuk menyiramnya.
Pohon mawar itu tumbuh di antara dua batu di tempat yang tidak jauh
dari mesjid yang hanya ditempuh beberapa langkah darinya. Tempat itu
jauh dari jangkauan manusia sehingga tak seorang pun mendekatinya.
Tempat itu sudah dijadikan tempat yang khusus bagi Maryam untuk
melakukan salat di dalamnya atau beribadah. Maryam mendekati pohon
mawar itu dan menyiramnya. lalu beliau meletakkan bejana, kemudian ia
memikirkan pohon mawar itu di mana tangkainya semakin panjang pada dua
malam yang dilaluinya.
Tiba-tiba, Maryam mendengar suara derap kaki yang mengguncang bumi.
Beliau tidak mendengar suara kaki yang berjalan, tetapi beliau
mendengar suara kaki yang menetap di atas batu serta pasir. Maryam
merasakan ketakutan. Ia merasakan bahwa ia tidak sendirian. Ia menoleh
ke sebelahnya namun ia tidak mendapati sesuatu pun. Kemudian kedua
matanya mulai berputar-putar dan memperhatikan suatu cahaya yang
berdiri di sana. Maryam gemetar ketakutan dan menundukkan kepalanya.
Maryam berkata dalam dirinya, siapa gerangan orang yang berdiri di
sana. Maryam memandang kepada wajah orang asing itu, dan menyebabkan ia
gelisah. Wajah orang itu sangat aneh, di mana dahinya bercahaya lebih
daripada cahaya bulan. Meskipun kedua matanya memancarkan kemuliaan dan
kebesaran tetapi wajah orang itu justru menggambarkan kerendahan hati
yang mengagumkan.
Pandangan pertama yang dilihat oleh Maryam kepada orang itu
mengisyaratkan, bahwa orang itu memiliki kemuliaan yang diperoleh orang
yang menyembah Allah SWT selama julaan tahun. Maryam bertanya kepada
dirinya, siapa gerangan orang ini? Kemudian seakan-akan orang asing itu
membaca pikiran Maryam dan berkata: “Salam kepadamu wahai Maryam.”
Maryam dibuat terkejut mendengar adanya suara manusia di depannya.
Maryam berkata sebelum menjawab salamnya:
“Sesungguhnya aku berlindung daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.” (QS. Maryam: 18)
Maryam berlindung di bawah lindungan Allah SWT dan ia bertanya
kepadanya, “Apakah engkau manusia yang mengenal Allah SWT dan bertakwa
kepadanya?” Kemudian orang itu tersenyum dan berkata:
“Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.” (QS. Maryam: 19)
Orang asing itu belum selesai menyampaikan kalimatnya sehingga
tempat itu dipenuhi cahaya yang menakjubkan yang tidak menyerupai
cahaya matahari, cahaya bulan, cahaya lampu, cahaya lilin bahkan cahaya
api. Di sana terdapat cahaya yang sangat jernih. Kemudian terngianglah
di kepala Maryam kalimat: “Aku adalah seorang utusan Tuhanmu.” Kalau begitu, dia adalah penghulu para malaikat, Ruhul Amin (Jibril) yang telah berubah wujud menjadi manusia.
Maryam mengangkat kepalanya dengan gemetar menahan luapan cinta.
Jibril berdiri di depannya dalam bentuk manusia. Maryam memperhatikan
kejernihan dahinya dan kesucian wajahnya. Benar apa yang diduganya
bahwa Jibril memiliki kemuliaan yang diperoleh orang yang menyembah
Allah SWT selama jutaan tahun. Kemudian Maryam mengingat kembali
kalimat-kalimat yang diucapkan Jibril. Malaikat itu telah mengatakan
bahwa ia adalah utusan Tuhannya, dan ia telah datang untuk memberi
Maryam seorang anak laki-laki yang suci. Maryam ingat bahwa dirinya
adalah seorang perawan yang belum tersentuh oleh seorang pun. Ia belum
menikah dan belum dilamar oleh seseorang pun, maka bagaimana ia
melahirkan anak tanpa melalui pernikahan. Pikiran-pikiran ini
berputar-berputar di kepala Maryam lalu ia berkata kepada Jibril:
“Maryam berkata: Bagaimana akan ada bagiku seorang anak
laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku
bukan (pula) seorangpezina!” (QS. Maryam: 20)
Jibril berkata:
“Demikianlah Tuhanmu berfirman: ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku;
dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia sebagai
rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah
diputushan.“‘ (QS. Maryam: 21)
Maryam menerima kalimat-kalimat Jibril. Tidakkah Jibril berkata
kepadanya bahwa ini adalah perintah Allah SWT dan segala sesuatu yang
diperintahkan-Nya pasti akan terlaksana. Kemudian, mengapa ia harus
(ketika) melahirkan tanpa disentuh oleh seorang manusia pun. Bukankah
Allah SWT mendptakan Nabi Adam tanpa seorang ayah dan seorang ibu?
Sebelum diciptakannya Nabi Adam tidak ada pria dan wanita. Hawa
diciptakan dari Nabi Adam dan ia pun diciptakan dari laki-laki, tanpa
perempuan.
Biasanya manusia diciptakan melalui pasangan laki-laki dan
perempuan; biasanya ia memiliki ayah dan ibu, tetapi mukjizat terjadi
ketika Allah SWT menginginkannya untuk terjadi. Kemudian Jibril
meneruskan pembicaraannya:
“Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran
searangputra yang didptakan) dengan kalimat (yang datang) dari-Nya,
namanya al-Masih Isa putra Maryam, seorang yang terkemuka di dunia dan
di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan
dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa, dan
dia termasuk di antara orang-orang yang saleh.” (QS. Ali ‘Imran: 45-46)
Keheranan Maryam semakian bertambah. Betapa tidak, sebelum
mengandung anak itu di perutnya ia telahmengetahui namanya. Bahkan ia
menhetahui bahwa anaknya itu akan berbicara dengan manusia saat ia
masih kecil. Sebelum Maryam menggerakan lisannya untuk melontarkan
pertanyaan lain, Jibril mengangkat tangannya dan mengerahkan udara ke
arah Maryam. Kemudian datanglah hembusan udara yang bercahaya yang
belum pernah dilihat sebelumnya oleh Maryam. Lalu cahaya tersebut ke
jasad Maryam dan memenuhinya. Tak sempat Maryam melontarkan pertanyaan
yang lain, Jibril yang suci telah pergi tanpa meninggalkan suara.
Udara yang dingin telah bergerak dan Maryam pun tampak menggigil.
Maryam segera kembali ke mihrabnya. Ia menutup pintu mihrab dan ia
tenggelam dalam salat yang khusuk dan ia pun menangis. Maryam merasakan
kegembiraan, kebingungan dan kegoncangan serta kedamaian yang dalam.
Kini, Maryam tidak lagi sendirian. Sejak Jibril meninggalkannya, ia
merasakan bahwa ia tidak lagi sendirian. Ia menggerakkan tangannya yang
dipenuhi dengan cahaya, kemudian cahaya ini berubah di dalam perutnya
menjadi anak, seorang anak yang akan menjadi kalimat Allah SWT dan
ruh-Nya yang diletakkan pada Maryam. Ketika anak itu besar, ia akan
menjadi seorang rasul dan nabi yang ajarannya dipenuhi dengan cinta dan
kasih sayang.
Maryam di malam itu tidur dengan nyenyak dan ia bangun di waktu
Subuh. Belum lama ia membuka kedua matanya sehingga ia dibuat terkejut
ketika melihat mihrab dipenuhi dengan buah-buahan yang sebenarnya tidak
lagi musim. Maryam heran melihat hal itu. Ia mulai mengingat apa yang
telah terjadi padanya kemarin, yaitu bagaimana kejadian saat menyiram
pohon mawar, bagaimana pertemuannya dengan malaikat Jibril, bagaimana
Allah SWT meniupkan kalimat-Nya padanya, bagaimana ia kembali ke
mihrab, dan bagaimana tidurnya yang nyenyak. Maryam berkata kepada
dirinya sambil melihat buah-buahan yang banyak: Apakah aku akan memakan
sendirian buah-buahan ini. Kemudian ada suara dalam dirinya yang
berkata: “Engkau tidak lagi sendirian wahai Maryam. Kini, engkau
bersama Isa. Engkau harus makan dengan baik. Dan Maryam mulai makan.
Lalu berlalulah hari demi hari. Kandungan Maryam berbeda dengan
kandungan umumnya wanita. Ia tidak merasakan sakit dan tidak merasa
berat; ia tidak merasakan sesuatu telah bertambah padanya dan perutnya
tidak membuncit seperti umumnya wanita. Alhasil, kehamilan yang
dialaminya dipenuhi dengan nikmat yang baik. Datanglah bulan yang
kesembilan. Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa Maryam tidak
mengandung Isa selama sembilan bulan, tetapi ia melahirkannya secara
langsung sebagai mukjizat.
Pada suatu hari, Maryam keluar ke suatu tempat yang jauh. Ia merasa
bahwa sesuatu akan terjadi hari itu. Tetapi ia tidak mengetahui hakikat
sesuatu itu. Kakinya membimbingnya untuk menuju tempat yang dipenuhi
dengan pohon kurma. Tempat itu tidak biasa dikunjungi oleh seseorang
pun karena saking jauhnya; tempat yang tidak diketahui oleh seseorang
pun kecuali Maryam.
Tak seorang pun yang mengetahui Maryam bahwa sedang hamil dan ia
akan melahirkan. Mihrab yang menjadi tempat ibadahnya selalu tertutup.
Orang-orang mengetahui bahwa Maryam sedang sibuk beribadah dan tidak
ada seorang pun yang mendekatinya. Maryam duduk beristirahat di bawah
pohon kurma yang besar dan tinggi. Maryam mulai merasakan sakit pada
dirinya, dan rasa sakit tersebut semakin terasa. Akhirnya, Maryam
melahirkan:
“Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar)
pada pangkal pohon kurma, ia berkata: ‘Aduhai alangkah baiknya aku mati
sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi
dilupakan.” (QS. Maryam: 23)
Rasa sakit saat melahirkan anak yang dialami wanita suci ini
menimbulkan penderitaan-penderitaan lain yang segera menantinya.
Bagaimana manusia akan menyambut anaknya ini? Apa yang mereka katakan
tentangnya? Bukankah mereka mengetahui bahwa ia adalah wanita yang
masih perawan? Bagaimana seorang gadis perawan bisa melahirkan? Apakah
manusia akan membenarkan Maryam yang melahirkan anak itu tanpa ada
seseorang pun yang menyentuhnya? Kemudian pandangan-pandangan keraguan
mulai menyelimutinya. Maryam berpikir bagaimana reaksi manusia
kepadanya dan bagaimana perkataan mereka terhadapnya sehingga hatinya
dipenuhi dengan kesedihan. Belum lama Maryam membayangkan dan meminta
agar ia dimatikan dan dilupakan, tiba-tiba anak yang baru lahir itu
memanggilnya:
“Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah
menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma
itu ke arahmu, niscaya pohon itu ahan mengugurkan buah kurma yang masak
kepadamu makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu rnelihat
seorang manusia, maka katakantah: ‘Sesungguhnya aku telah bernazar
berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara
dengan seorang manusia pun pada hari ini.’” (QS. Maryam: 24-26)
Maryam melihat al-Masih yang tampan wajahnya. Wajahnya tidak
kemerah-merahan dan rambutnya tidak keriting seperti anak-anak yang
lahir di saat itu, tetapi ia berkulit lembut dan putih. Anak itu
diselimuti dengan kesucian dan kasih sayang; anak itu berbicara kepada
Maryam agar ia menghilangkan kesedihannya dan meminta padanya agar
menggoyangkan batang-batang pohon kurma supaya jatuh darinya sebagian
buahnya yang lezat dan Maryam dapat memakan dan meminum darinya
sehingga hatinya pun penuh dengan kedamaian serta kegembiraan dan tidak
berpikir tentang sesuatu pun. Jika Maryam melihat atau menemui manusia,
maka hendaklah ia berkata kepada mereka bahwa ia bernazar kepada Allah
SWT untuk berpuasa dan tidak berbicara kepada seseorang pun.
Maryam melihat al-Masih dengan penuh kecintaan. Anak itu baru
dilahirkan beberapa saat tetapi ia langsung memikul tanggung jawab
ibunya di atas pundaknya. Selanjutnya, ia akan memikul penderitaan
orang-orang fakir. Maryam melihat bahwa wajah anak itu menyiratkan
tanda yang sangat aneh. Yaitu tanda yang mengisyaratkan bahwa ia datang
ke dunia bukan untuk mengambil darinya sesuatu, tetapi untuk memberinya
segala sesuatu. Maryam mengulurkan tangannya ke pohon kurma yang besar.
Belum lama ia menyentuh batangnya hingga jatuhlah darinya buah kurma
yang masih muda dan lezat. Maryam makan dan minum dan kemudian ia
memangku anaknya dengan penuh kasih sayang.
Saat itu, Maryam merasakan kegoncangan yang hebat. Silih-berganti
ketenangan dan kegelisahan menghampirinya. Segala pikirannya tertuju
pada satu hal, yaitu Isa. Ia bertanya-tanya dalam dirinya: Bagaimana
orang-orang Yahudi akan menyambutnya, apa yang akan mereka katakan
tentangnya, apa yang akan mereka katakan terhadap Maryam, apakah para
pendeta dan para pembesar Yahudi percaya bahwa Maryam melahirkan
seorang anak tanpa disentuh oleh seseorang pun? Bukankah mereka
terbiasa hidup dengan suasana pencurian dan penipuan? Apakah seseorang
di antara mereka akan percaya—padahal ia jauh dari langit—bahwa langit
telah memberinya seseorang anak.
Akhirnya, masa pengasingan Maryam telah berakhir dan Maryam harus
kembali ke kaumnya. Maryam kembali dan waktu menunjukkan Ashar. Pasar
besar yang terletak di jalan yang dilalui Maryam menuju mesjid dipenuhi
dengan manusia. Mereka sibuk dengan jual-beli. Mereka duduk
berbincang-bincang sambil minum anggur. Belum lama Maryam melewati
pasar itu sehingga manusia melihatnya membawa seorang anak kecil yang
didekapnya. Salah seorang bertanya: “Bukankah ini Maryam yang masih
perawan? Lalu, anak siapa yang dibawanya itu?” Seorang yang mabuk
berkata: “Itu adalah anaknya.” Mari kita dengar cerita apa yang akan
disampaikannya. Akhirnya, orang-orang Yahudi mulai “mengepung” dengan
berbagai macam pertanyaan: “Anak siapa ini wahai Maryam, mengapa engkau
tidak mengembalikannya, apakah itu memang anakmu, bagaimana engkau
datang dengan membawa seorang anak sedangkan engkau adalah gadis yang
masih perawan?”
“Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.” (QS. Maryam: 28)
Maryam dituduh melakukan pelacuran. Mereka menyerang Maryam tanpa
terlebih dahulu mendengarkan sanggahannya atau mengadakan penelitian
atau membuktikan bahwa perkataan mereka memang benar. Maryam dicerca
sana-sini dan ia diingatkan, bahwa bukankah ia seseorang yang tumbuh
dari rumah yang baik dan bukanlah ibunya seorang pelacur? Lalu mengapa
semua ini terjadi padanya? Menghadapi semua tuduhan itu, Maryam tampak
tenang dan tetap menunjukkan kebaikannya. Wajahnya dipenuhi dengan
cahaya keyakinan. Ketika pertanyaan semakin menjadi-jadi dan keadaan
semakin sulit, maka Maryam menyerahkan segalanya kepada Allah SWT. Ia
menunjuk ke arah anaknya dengan tangannya. Maryam menunjuk Isa.
Orang-orang yang ada di situ tampak kebingungan. Mereka memahami
bahwa Maryam berpuasa dari berbicara dan meminta kepada mereka agar
bertanya kepada anak itu. Para pembesar Yahudi bertanya: “Bagaimana
mereka akan melontarkan pertanyaan kepada seorang anak kecil yang baru
lahir beberapa hari? Apakah anak itu akan berbicara di buaiannya”
Mereka berkata kepada Maryam:
“Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” (QS. Maryam: 29)
Jumat, 05 April 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar